2016 telah gugur. Dalam kedamaian dan harapan. Aku menghabiskan penghujung tahun tersebut dengan cara yang sedikit berbeda dari biasanya.
Hidupku adalah meme. Meme sarkastik yang ironisnya persis dengan cerminan hariku. Biasanya malam tahun baru adalah malam yang paling berdosa bagiku, karena aku akan menghabiskan sepanjang malam dengan bersumpah serapah pada bisingnya suara petasan, dari balik selimut.
Namun kemarin sungguh berbeda. Aku segar dan siaga sepanjang malam. Duduk didepan rumah, sambil bersenda gurau dengan para tetangga kecilku, menghakimi setiap petasan yang diluncurkan oleh orang-orang dari cluster sebelah.
23.45, langit begitu bercahaya. Aneh, karena lima belas menit kemudian, sudah tidak ada petasan yang meluncur.
Berbicara tentang meme, aku memang tidak terlalu banyak menghabiskan waktu di sosial media. Namun menurut pengamatanku, 2016 adalah tahun yang penuh duka dan emosi bagi banyak orang didunia maya. Bahkan kelegaan akan hadirnya 2017, diselebrasikan dengan keisengan di papan Hollyweed. Aku tidak menampik bahwa 2016 merupakan tahun yang sangat berat. Tahun yang penuh dengan keputusan dan pengorbanan.
Namun bagiku, itu tidak menjadikannya buruk. Sama sekali.
Tahun lalu aku dihadapkan pada begitu banyak pilihan hidup yang membawaku pada hal-hal baru, dan mengorbankan passionku. Aku bertemu dengan orang-orang hebat yang tidak pernah ku pikir akan kutemui.
Aku meninggalkan zona nyamanku sebagai mahasiswa biasa, dengan mengambil program magang di salah satu anak perusahaan grup terbesar di Indonesia.
Aku ditinggalkan --atau mungkin akulah yang meinggalkan-- teman-teman mainku karena kesibukanku yang baru.
Aku tidak bisa berpartisipasi dalam satu pun program konser paduan suaraku. Aku sungguh sedih. Bukan hanya karena aku tidak bernyanyi selama satu setengah tahun, namun juga pada fakta bahwa semua orang menjadi berbeda. Ketika bersama mereka, aku selalu merasa sendiri ditengah keramaian manusia-manusia tinggi hati tersebut. Padahal dulu aku sama tinggi hatinya dengan mereka. Lucu, betapa satu tahun dapat merubah keadaan. Namun tak mengapa. Sesuatu yang berharga memang pantas untuk dibayar mahal. Paramabiraku, passionku, adalah nilai yang harus kurelakan.
Tahun lalu tidaklah buruk. Sama sekali tidak. Memang ada saat-saat menakutkan dan penuh takanan. Namun begitulah hidup, bukan? Itulah sebabnya aku sering berbicara pada diriku sendiri, sehingga aku dapat langsung berkonsultasi pada ahlinya-- diriku sendiri. Bahwa ketika kita merasa hidup sangat tidak adil, berhenti dan lihatlah sekitar. Hidup itu sungguh adil, karena dia tidak adil bagi semua orang.
Aku juga belajar untuk menjadi orang yang lebih peduli, melalui hal-hal kecil. Seperti menahan pintu kereta saat ada orang tua yang berusaha masuk, membuang sampah (yang bukan milikku) pada tempatnya, membersihkan kamar tidur setiap pagi (hal lumrah sih namun karena aku harus berangkat kerja pukul 5 pagi, maka aku harus terburu-buru), dan hal-hal kecil lainnya yang biasanya berhubungan dengan perilaku sosial dan kebersihan lingkungan.
Tahun lalu, aku menyadari bahwa aku sangat memuja waktu. Aku memang selalu menjadi pribadi yang kompetitif, namun baru kusadari bahwa aku juga bisa takut kalah terhadap masa. Ku tancapkan mantra,
"lebih baik tiba satu jam lebih awal, daripada terlambat satu menit"
ke setiap inci pembuluh darahku.
Pada tahun lalu pula aku mendapatkan gaji bulanan pertamaku. Yaa tidak seberapa memang. Namun setidaknya aku sudah mulai meringankan beban finansial dari kedua orang tuaku. Aku tahu susahnya mencari nafkah. Aku lebih menghargai usaha dan kerja keras. Aku belajar banyak tentang pendewasaan diri.
Tahun ini, akan penuh dengan visi dan pengharapan. Akan ada banyak hal besar yang terjadi. Aku bisa merasakan setiap inci dari tubuhku memuja dan berdoa. Semoga tahun ini aku beserta orang-orang yang kucintai akan selalu dirahmati dengan kesehatan, keselamatan, dan sejuta impian yang menjadi kenyataan.
I have shaped myself into who I am today, mostly in the year of 2016.
Thank you for the hardships and senses, 2016.
Love,
Mutia